loading…
Dikenal sebagai petinju dengan pukulan paling mengerikan, Foreman pertama kali mencuri perhatian dunia saat meraih medali emas Olimpiade 1968, setelah menghentikan perlawanan Jonas Čepulis. Kesuksesan itu menjadi awal dari perjalanan luar biasa dalam karier profesionalnya.
Foreman mencapai puncak kejayaan di dunia tinju pada 1973, ketika ia merebut gelar juara dunia kelas berat dengan cara brutal. Sebagai underdog, Foreman justru mendominasi Joe Frazier, menjatuhkannya enam kali sebelum wasit akhirnya menghentikan laga. Peristiwa ini melahirkan komentar legendaris dari Howard Cosell, “Down goes Frazier! Down goes Frazier!”
Namun, kejayaan Foreman tidak bertahan lama. Tahun 1974, dalam laga bersejarah “Rumble in the Jungle” di Zaire, ia bertemu Muhammad Ali. Foreman yang diunggulkan justru menjadi korban taktik “rope-a-dope” Ali. Ia kehabisan tenaga dan tersungkur di ronde kedelapan, kekalahan yang mengguncang kariernya.
Meski bangkit dengan kemenangan epik atas Ron Lyle, kekalahan dari Jimmy Young pada 1977 membuatnya pensiun untuk pertama kalinya.
Kembalinya Sang Legenda dan Keajaiban di Usia 45 Tahun
Jauh dari ring tinju, Foreman menjadi pendeta, mengubah kepribadiannya yang penuh amarah menjadi sosok yang lebih tenang. Namun, pada 1987, ia membuat keputusan mengejutkan: kembali ke ring tinju di usia 38 tahun.
Dalam comeback-nya, Foreman membuktikan bahwa kekuatan pukulannya masih bertahan. Pada 1991, ia bertarung sengit melawan Evander Holyfield dan meski kalah, ia menunjukkan ketangguhan luar biasa menghadapi lawan yang lebih muda.
Puncak keajaiban terjadi pada 1994, ketika Foreman menghadapi Michael Moorer untuk memperebutkan gelar juara dunia. Di usia 45 tahun, ia terlihat kelelahan dan kalah di sembilan ronde pertama. Namun, di ronde kesepuluh, satu pukulan kerasnya merobohkan Moorer. “It happened!”, seru komentator Jim Lampley dalam momen yang dikenang sepanjang masa. Foreman pun menjadi juara dunia kelas berat tertua dalam sejarah.
(sto)